Setiap pebisnis tentu menginginkan jumlah pelanggan sebanyak-banyaknya. Apalagi pebisnis pemula yang baru memulai. Semua pelanggan boleh deh. Namun bagaimana tepatnya untuk bisa meraup untung maksimal dari bisnis Anda?
Pelanggan memang pasti memberikan omzet untuk bisnis, namun dari omzet tersebut berapa besar laba yang bisa didapatkan dari pelanggan tersebut?
Pebisnis yang berpengalaman seringkali melakukan penyaringan pelanggan, terutama yang bergerak di bidang jasa, dan terutama pula yang membutuhkan sumber daya waktu pribadinya.
Transaksi adalah persetujuan antara nilai yang ditawarkan oleh penjual dengan harga yang dibayar oleh pembeli. Penjual memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan maksimal, dengan pengorbanan minimal.
Pembeli memiliki tujuan untuk mendapatkan manfaat maksimal dengan harga minimal. Transaksi hanya terjadi saat pembeli dan penjual setuju dengan manfaat yang akan diterima pada harga yang disepakati bersama.
Guna meningkatkan daya tarik, penjual terkadang menambah janji manfaat yang akan diberikan, dengan resiko mengurangi keuntungannya untuk jangka pendek. Yang memprihatinkan adalah apabila sudah diberi penawaran lebih, penjualan masih tidak meningkat.
Itu artinya, omzetnya rendah bukan karena manfaat yang ditawarkan kurang besar, namun penyebab lain yang perlu dicari tahu. Bila nilai manfaat yang menjadi masalahnya, tentu setelah manfaat ditambah omzet harus meningkat. Jadi pebisnis harus memastikan menggunakan strategi yang tepat untuk mengatasi masalah mereka.
Nah, terkadang pembeli juga nakal, berusaha mendapatkan manfaat lebih banyak atas uang yang seharusnya dibayarkan. Misalnya, meminta tambahan kuantitas barang atau layanan yang diterima (minta bonus), padahal tidak ada program tersebut, atau program promosi sudah lewat masih ngotot untuk minta diteruskan.
Untuk pebisnis kelas pribadi (bukan pebisnis besar), biasanya hal demikian mudah dinego, dan pembeli memanfaatkan situasi demikian untuk mendapatkan manfaat lebih besar, dengan pengorbanan dari penjual.
Terbayang bukan, seorang pembeli membeli buah dari penjaja buah pinggir jalan. Beli 1 kg minta tambahan bonus ini-itu, padahal kalau beli di supermarket, plastiknya pun ikut ditimbang dan dia tidak pernah bisa protes, dan membelinya tanpa menawar sama sekali.
Pelanggan pijat meminta tambahan waktu pijat dari pemijat atau tiba-tiba menambah orang untuk layanan pijat pendek, tapi tidak mau menambah pembayarannya.
Jadi, apakah pelanggan seperti ini yang Anda inginkan?
Penyebab pertama sebenarnya dari pebisnis itu sendiri, menyediakan peluang bagi pelanggan untuk meminta lebih. Istilah lain: peluang nego. Yang berjualan, harganya bisa ditawar. Tentu saja calon pembeli akan menawar harga. Coba saja di supermarket.
Tante-tante yang paling jago menawar pun akan mati kutu, karena tidak ada peluang menawar di supermarket. Apalagi saat plastiknya ikut ditimbang juga, protes pun tidak. Karena ini adalah kebijakan supermarket tersebut, mau silakan ambil, bila tidak mau juga tidak masalah.
Yang ada di sana seluruhnya adalah karyawan, yang tidak terlalu peduli Anda mau beli atau tidak, toh gaji mereka sama.
Jasa juga sebenarnya bisa. Misalnya, sebuah jasa pijat. Bila perjanjiannya adalah sekian menit, maka setelah sekian menit tersebut berlalu, layanan selesai. Kalau pelanggan minta tambah, tidak ada perjanjian tersebut.
Apalagi bila itu adalah pijat terapi. Kalau terapi selesai, apanya yang mau ditambah? Terutama bila pijat terapinya menimbulkan rasa sakit. Apa mau ditambah?
Jasa kursus lebih tricky. Pengajar boleh ada silabus materi yang sudah disampaikan secara lengkap. Murid sebagai pelanggan tentu boleh dong mengajukan pertanyaan yang masih terkait, tapi di luar dari topik yang diajarkan.
Bila sifatnya sederhana, pengajar biasanya akan menjawab. Namun bagaimana bila sedikit lebih rumit? Kalau benar-benar rumit, menolaknya mudah, yaitu silakan ambil kelas yang lain (kalau ada) atau konsultasi pribadi yang tentunya berbayar.
Bila hanya sedikit lebih rumit, tentu ini kembali pada kebijakan dari pengajar selaku penjual. Bila terlalu kaku, akan ada kesan pengajar tersebut terlalu perhitungan.
Untuk menyiasati hal-hal seperti ini, seringkali sistem hitam di atas putih dipergunakan. Misalnya, harga ditulis dan ditempel, seperti yang dilakukan di supermarket.
Ajaib, tidak ada yang mencoba melakukan nego atas harga yang sudah jelas tertulis, apalagi memang tidak ada karyawan supermarket yang bisa diajak nego harga.
Untuk layanan jasa, bila sifatnya layanan umum, bisa ditulis di buku menu seperti di kursus maupun spa. Untuk jasa yang membutuhkan kompetensi tinggi seperti konsultan, seringkali dilakukan dengan cara membuat kontrak yang harus disetujui dulu oleh kedua pihak sebelum transaksi dimulai.
Ada beberapa hal yang kalau pelanggan meminta lebih pun, boleh diberikan karena biayanya boleh diabaikan, seperti pelanggan meminta kantong plastik tambahan, minta saus lebih banyak, silakan saja. Untuk saus misalnya, akan tampak bahwa pelanggan boleh mengambil sendiri sesukanya.
Artinya, bagi restoran tersebut, saus bukan perkara besar. Ada pelanggan butuh saus lebih banyak, tidak sedikit pula pelanggan yang tidak butuh saus sama sekali. Resiko terhadap bisnisnya bisa diabaikan.
Sebaliknya, ada tambahan yang sifatnya bisa sangat signifikan, seperti tambahan jasa yang diperhitungkan berdasarkan manhour, yang mana nilai manhour tersebut juga tidak kecil.
Terkadang bukan pelanggan sengaja meminta manhour tambahan secara langsung, melainkan dengan cara membuat penjual jasa merasa bersalah dan gagal belum mencapai target yang disebutkan, sehingga memaksa penjual harus menambah manhour, yang tentunya menambah biaya secara signifikan.
Ini perlu dijaga dengan kondisi tertentu yang harus disetujui sebelumnya untuk menjaga resiko terhadap bisnis, jangan sampai transaksi yang harusnya menghasilkan keuntungan malah merugikan penjual.
Pebisnis harus memiliki ketegasan untuk melindungi hak-haknya sendiri, karena pelanggan yang nakal akan selalu berusaha untuk mendapatkan lebih dan lebih lagi. Ini memang tampak akan menjadi win-lose.
Bila pelanggan dibiarkan terus merasa menang, penjual akan menangis karena sebenarnya tidak untung apa-apa. Bila penjual tegas, pelanggan akan marah karena merasa tidak mendapatkan keuntungan yang lebih banyak lagi, dan pelanggan tersebut tetap akan memiliki setumpuk argumen untuk menjelaskan mengapa dia layak dan seharusnya mendapatkan keuntungan lebih tersebut.
Kontrak di depan akan mengurangi kemungkinan pelanggan nakal, karena mereka biasanya akan berhenti di situasi hitam di atas putih, kecuali bila mereka bisa menemukan celah pada istilah-istilah yang mungkin masih bisa diperluas lagi, mereka bisa jadi mencobanya untuk mendapatkan keuntungan lebih tersebut.
Sebuah tips sederhana untuk pebisnis yang berperan sebagai penjual dalam membuat kontrak adalah dengan mempertimbangkan siapa yang memiliki kendali atas hasil akhir yang diharapkan?
Misalnya seorang pengajar tidak bisa ditarget dengan istilah “mengajar sampai muridnya bisa”. Ini karena bagaimana murid mendapatkan kompetensi yang diharapkan tidak 100% di tangan guru. Memang guru memegang suatu peranan, namun hasil akhir tetap dipengaruhi oleh murid itu sendiri.
Bila hendak mengukur kemampuan guru tersebut, maka bisa dilihat track record-nya, bagaimana hasil pengajarannya dan bagaimana murid-muridnya setelah diajari oleh guru tersebut. Bila mayoritas baik, maka guru ini bisa dianggap baik.
Demikian jual untuk jasa konsultan pemasaran misalnya, tidak bisa menggaransi bahwa kliennya akan mencapai omzet tertentu dalam kurun waktu tertentu, karena pencapaiannya tergantung banyak faktor external. Seorang dokter juga tidak bisa diminta menggaransi pasiennya pasti sembuh, apalagi sampai pakai jaminan uang kembali.
Untuk kondisi-kondisi tersebut, yang diminta cukup bahwa mereka melakukan layanan dengan standar mereka yang sudah disetujui oleh pembeli.
Guru punya standar tertentu dalam mengajar, dan akan berpengaruh pada tarif yang ditetapkan. Murid selaku konsumen tinggal memutuskan, mau atau tidak.
Dokter dalam merawat pasien juga memiliki standar pengobatan tertentu yang sudah berpengaruh pada reputasinya, silakan diputuskan mau atau tidak berobat ke dokter tersebut.
Jadi bukan meminta mereka menurunkan standar sampai di bawah standar minimum mereka untuk bisa membayar mereka lebih murah.
Tips lain mengandalkan perasaan. Ada beberapa calon pelanggan yang bisa memicu sebuah perasaan tidak enak sebelum mulai transaksi, dan ini merupakan indikasi awal.
Perlu diingat, perasaan tersebut tidak selalu muncul, sehingga bila tidak ada perasaan aneh yang muncul, sebenarnya tetap tidak menjamin apa-apa juga.
Namun bila perasaan itu muncul, yang menjadi sebuah keengganan, perlu dipertimbangkan kembali masak-masak, apa perlu melayani calon pelanggan tersebut?
Sebuah uji sederhana: bila saya tidak sedang terlalu membutuhkan uang, apakah saya akan menerima pelanggan seperti ini? Seringkali pebisnis menerima pelanggan baru karena dalam situasi putus asa membutuhkan omzet untuk menyambung kehidupan bisnisnya, sehingga pelanggan jelek pun diterima.
Soal nanti menjadi masalah, itu dipikirkan belakangan. Dan saat betul-betul menjadi masalah, ternyata memang menjadi masalah yang runyam, mengancam profit, setelah itu tetap tidak enak dengan pelanggan. Apakah mau pelanggan seperti ini melakukan repeat order?
Membeli lagi dengan kondisi yang serupa? Saya yakin pebisnis yang merasakan sakitnya suatu transaksi dengan pelanggan tertentu akan memilih untuk tidak bertransaksi lagi dengan pelanggan tersebut.
Kali ini bahkan bila sedang membutuhkan omzet sekalipun, karena sudah benar-benar merasakan sendiri, pasti sudah kapok tidak akan mau lagi bertransaksi dengan pelanggan tersebut. Buat apa bertransaksi yang hanya membuat capek tapi tidak memberikan keuntungan?
Paling akhir, perlu dipikirkan bagaimana caranya keluar dari situasi seperti ini? Misalnya sudah terlanjur terjebak dalam transaksi yang merugikan, dan penjual ingin cepat-cepat keluar dari situasi ini.
Seringkali yang ada di pikiran adalah: mending transaksinya batal deh, tidak jadi dapat omzet juga tidak masalah, daripada diteruskan tapi tidak terlihat kapan selesainya, padahal transaksi ini menyakitkan. Itu sebabnya dalam kontrak selalu dibuatkan klausul untuk mengakhiri kontrak lebih awal.
Tentu ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh pihak yang berkehendak terlebih dahulu untuk memutus kontrak. Bahkan bila berkembang menjadi konflik yang tidak dapat diselesaikan dengan mudah, harus melibatkan hukum untuk penyelesaiannya.
Demikian Anda sudah tahu bagaimana memilih pelanggan, karena ternyata tidak semua pelanggan bisa memberi keuntungan untuk ada. Yang paling penting untuk pebisnis adalah mengembangkan bisnis anda sehingga bisnis anda hanya menarik bagi pelanggan yang bisa memberi keuntungan besar buat anda, namun akan dijauhi oleh pelanggan yang hanya menghisap keuntungan Anda.
Tentu ini sebuah bisa terjadi hanya jika anda mengembangkan keahlian Anda dalam bisnis Anda, sehingga lebih unggul dari orang lain, dan Anda berada pada posisi bisa memilih pelanggan, bukan sebaliknya.
Selamat berbisnis.
Oleh: Evans Winata, Business Coach